Sunday, February 20, 2011

Menjadi Kaya

‘Aku nggak mau jadi orang miskin. Aku mau jadi orang kaya. Sejak aku masuk ke kampus ini aku punya ambisi untuk merubah hidup aku jadi lebih baik. Aku mau jadi CEO’, ujar seorang teman.

'Lah, lo apatis dong dengan kondisi negara sekarang. Kenapa nggak mencoba untuk mencari solusi bagi permasalahan bangsa ini?’, tanya gue. 

Perbincangan ini terjadi di tengah kemacetan panjang menuju Depok. Di tengah idealisme yang masih tinggi dan keheranan dengan perkataan teman saya itu, kalimat-kalimat selanjutnya dari dia membuat saya terdiam.

‘Jadi orang kaya bukan berarti menjadi apatis. Ketika seseorang kaya, dia akan punya akses untuk berbagi dan beramal. Aku mau seperti itu. Aku mau mendirikan yayasan yang bisa memberikan beasiswa bagi mereka yang kurang mampu. Karena aku percaya pendidikan mampu membuka jalan perubahan nasib bagi seseorang.’

Saya cuma bisa terdiam.


Menjadi kaya atau miskin itu bukan suatu pilihan. Orang manapun pasti menolak jika ia ditawari hidup miskin dari Tuhan, namun tidak demikian sebaliknya. Bagi saya yang terlahir di keluarga yang sederhana dan sangat berkecukupan, menjadi kaya adalah sebuah impian. Saya sebenarnya cukup beruntung memiliki kedua orang tua yang memiliki banyak saudara kandung yang memiliki harta yang cukup melimpah. Sejak kecil hingga SMA, lebaran merupakan waktu favorit saya. Ya, waktu ketika tingkat inflasi meningkat sesaat itu sangat saya tunggu-tunggu. Saudara-saudara kandung dari kedua orang tua saya itu selalu memberikan ‘upeti’ berupa uang. Uang yang akhirnya saya habiskan untuk membeli sesuatu yang saya inginkan setahun itu.
Hal tersebut menjadi motivasi tersendiri untuk saya. Saya berjanji pada diri saya sendiri kalu saya harus sukses, supaya saya tak perlu mendapatkan ‘imbalan’ dari mereka dahulu untuk membeli hal yang saya inginkan.

Tapi saya melewatkan satu hal elementer dari tradisi upeti tersebut, yang kemudian teman saya ingatkan kembali dalam pembicaraan sebagaimana yang saya kutip di atas. Saya melupakan kalau menjadi kaya itu cobaan. Sejauh mana kita mampu adil dengan diri kita sendiri dan hak sebagian harta kita yang dimiliki orang yang kurang mampu. Saya disadarkan oleh ‘sentilan’ kecil teman saya itu. Memang terkadang hal yang simple dan tak berarti bisa menjadi sangat berarti jika kita memahaminya secara bijak.
‘Sebuah cangkir tak akan terlihat memiliki gagang jika hanya kita lihat dari satu sisi’

0 comments:

Post a Comment