Friday, November 25, 2011

Monday, September 26, 2011

Ketika Rakus Yang Merusak Merasuk


Alkisah
Hamba mendengar dualogia
Di aula tak bermasa punama
Peliknya negasi dua bohemia
Tantang-lerai demi imbal sang penanar

Mahligai
Oh, hendakkah arah aruh mencapai
Cinta mahatma nihil senggelegar lerai
Palagi sampah pulagi limbah

Anestesi kemudi menggema menelinga
Enigma selongsong laras dogma
Nirmakna sang pendorna
Rahangnya kini jadi posok

Kendana di garis dermaga
Tertawa sungkan main telunjuk depan kaca
‘Arjuna sangkal saja Durjana’
Mengabut sinis di sebelah eufemi
Melebur iblis bernama alusi

Namun kidung tetaplah mengalun
Arus dekadensi terus menggerus
Kian gemiring dekorat era menjadi eon
Mengawan rakus merusak yang merasuk

Tak sadarkah kalian mengerak halimun itu dari riwayat?

Monday, September 5, 2011

Saturday, July 30, 2011

Thursday, July 21, 2011

Sejenak Berpikir Radikal


Rusuh. Satu kata yang semakin marak terjadi di cakrawala kehidupan manusia Indonesia. Mulai dari hal-hal sepele macam pertengkaran antar dua pemuda kampung yang saling rebut seorang wanita, sampai antar petinggi negara yang saling saing berbasis argumen payah demi kelanggengan hubungannya dengan kursi empuknya. Tapi suatu hal lucu dan miris jika kita menambahkan satu bumbu disini. Bagaimana jika pertengkaran antara dua pemuda yang berbeda kampung itu kemudian memicu pertarungan antar kampung seperti yang terjadi di Poso? Atau apa yang terjadi jika hasil kelanggengan petinggi itu justru melahirkan Soeharto baru?

Tuesday, May 17, 2011

Muslihat mustahil

Kerlingan yang menatap
Isyarat bual meratap
Syahdu sugesti menelinga
Perkatanya tegar bergema unik
Klenik

Jangan kau lihat
Kedua bola pengikat tali pikat
Tipu daya muslihat
Kalian hanya diperalat

'Abra Kadabra'
Nanar mata juga percaya
Lalu menganga-nganga
Lalu menerka-nerka
'Mana Tuan pindahkan sang nona?'

Kesima pada musykil
Perangah dengan mustahil

Tuesday, May 10, 2011

Anonim

Kau bagaikan residu
Dalam persamaan stokastikku

Kau ibarat peluh yang muncul dari pori
Deras mengucur saat berlari

Kau semacam minyak jelantah
Yang menjelajah jadi kolesterol dalam darah

Kehadiranmu adalah keniscayaan
Lantas mengapa pintumu ketam-mengetam?

Sunday, April 17, 2011

Tuesday, April 12, 2011

Tanganku Mengepal

Tanganku mengepal

Kerutan kernyit di dahi jelas tampak
Sampah-serampah itu membuat muak!

Gaung utara tertabrak dinding tebal
Dinding kefanaan
Berteriak hanya lahirkan serak
Sementara mulut kian tersumpal

Yang lain tidak menahu
'Ada apa gerangan?'
Oh, wahai anai-anai keparat
Nafas kalian mulai disumbat, semakin tersendat
Alon hanya sekedar lakon
Bualan para pion pilon

Gengsi dan malu biarkan apriori
Esok jadwal serangan janji, lebarkan kongsi
Demi kursi!
Sembari dijaga sekali bermimpi
Tuli sebentar,
kecam membuyar

Sayup suara picu kantuk
Sedikit lirik
Picik!
Lelah semalam habis di gundik

Sekumpulan makhluk berborok
Pantas keropos dan bobrok!

Tapi, muak berhenti sejenak.

Tanganku masih mengepal, mulai mengendur
Di luar dinding kenistaan
Kendur sebab diselipi bingkisan


Depok, 10 April 2011

Saturday, March 19, 2011

Monday, March 7, 2011

Friday, February 25, 2011

Selamat Datang di Rumah Economica


Semua berawal dari sini
Serambi yang memanjang tempat kami berinteraksi
Di atas pintu yang diganggu rusaknya terali
Tertulis ‘sebatas kata-kata bukan budaya kami’

Semua dimulai disana
Tempat kalian sejenak menggantungkan cita
Bukan sekedar tempat rehat meluangkan waktu
Tapi menjelma sebagai rumah kalian yang baru

Ketika kalian tiba dan sulit beradaptasi
Jangan ragu atau malu untuk menyapa kami
Kami rangkul bahu kalian tanpa rasa apati
Kami jabat tangan kalian seerat gari

Kini, kalian diterima sebagai keluarga
Tak ada lagi kami ataupun kalian, hanya kita
Sekarang kita akan saling berjajar sepatu
Atau berbagi hangatnya teh manis buatan Mas Karnoe


Selamat datang keluarga kami yang baru
Selamat datang di Rumah Economica
Rumah ternyaman yang pernah ada.

Monday, February 21, 2011

Sunday, February 20, 2011

Menjadi Kaya

‘Aku nggak mau jadi orang miskin. Aku mau jadi orang kaya. Sejak aku masuk ke kampus ini aku punya ambisi untuk merubah hidup aku jadi lebih baik. Aku mau jadi CEO’, ujar seorang teman.

'Lah, lo apatis dong dengan kondisi negara sekarang. Kenapa nggak mencoba untuk mencari solusi bagi permasalahan bangsa ini?’, tanya gue. 

Perbincangan ini terjadi di tengah kemacetan panjang menuju Depok. Di tengah idealisme yang masih tinggi dan keheranan dengan perkataan teman saya itu, kalimat-kalimat selanjutnya dari dia membuat saya terdiam.

‘Jadi orang kaya bukan berarti menjadi apatis. Ketika seseorang kaya, dia akan punya akses untuk berbagi dan beramal. Aku mau seperti itu. Aku mau mendirikan yayasan yang bisa memberikan beasiswa bagi mereka yang kurang mampu. Karena aku percaya pendidikan mampu membuka jalan perubahan nasib bagi seseorang.’

Saya cuma bisa terdiam.

Wednesday, February 16, 2011

Hidup yang Penuh Kemungkinan


Kadang kita ngga sadar tujuan hidup kita apa. Mungkin lo pernah kebangun di tengah malam malam dan merenungkan hal itu. Mungkin ketika sesaat sebelum tidur atau mungkin saat lo bangun di pagi hari dan ngga sadar lo ada dimana. Yah, kita semua mungkin pernah ngalamin hal itu. Jikapun lo ngga, seenggaknya gue pernah.